Tingkatan pemikiran orang-orang sufi
Pada artikel yang lalu telah disebutkan bahwa aliran sufi itu dimulai dari sikap berlebihan dalam meninggalkan kehidupan dunia, kemudian membuka pintu bid’ah gagasan bahwa ketuhanan bersemayam dalam makhluk (al-hulul), sampai gagasan bahwa semua makhluk adalah satu hakikat, yang merupakan Alloh (wihdatul wujud). Dari percampuran semua pemikiran ini lahir aliran sufi, yang muncul dalam Islam. Aliran ini kemudian semakin jauh dari petunjuk Al-Qur’an Al-Karim dan Sunnah yang murni. Sampai para pengikut aliran sufi menyebut semua yang mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah sebagai ‘ahli syari'at’ dan ‘ahli tekstual’ (ahlul-dhaahir), sedangkan mereka menyebut diri mereka sebagai ‘ahli hakikat’ dan ‘orang yang punya pengetahuan tersembunyi’ (ahlul-batin).
Mungkin untuk membagi pemikiran ideologi (madzhab) sufiyah ekstrim kepada tiga 3 kategori, yaitu:
(1) kategori pertama: Pengikut sekolah isyroqi filosofi. Mereka adalah orang yang memberikan perhatian terbesar tehadap gagasan filosof melebihi dari yang lainnya bersamaan dengan sikap menjauhi kehidupan dunia. Yang dimaksud dengan Isyroqi (penerangan) adalah penerangan jiwa yang diterangi dengan cahaya, dan merupakan hasil dari latihan jiwa, pelatihan ruh dan menghukum badan untuk membersihkan dan menyucikan jiwa.
Ini mungkin merupakan ciri semua orang sufi. Namun orang sufi kategori (pertama) ini berhenti pada batasan ini saja, dan tidak terjatuh pada pendapat yang menyatakan Alloh bersemayam didalam ciptaan-Nya (al-hulul), atau yang menyatakan bahwa segala sesuatu itu adalah Alloh (wihdatul wujud). Namun jalan mereka ini bertentangan dengan ajaran Islam dan diambil dari agama-agama yang menyimpang seperti ajaran budha dan semisalnya.
(2) ideologi kedua adalah ideologi orang yang meyakini hulul, yang mengatakan bahwa Alloh bersemayam dan merupakan perwujudan ingkarnasi dari kejadian manusia, Maha tinggi Alloh dari yang mereka sifatkan. Seruan ini dinyatakan secara terang-terangan oleh Al-Husain bin Mansur Al-Hallaj yang dicap kafir oleh ulama. Mereka para ulama memerintahkan untuk mengeksekusi dan menyalibnya pada tahun 309 H.
Al-Hallaj berkata:
“Maha suci Allah yang nasuut-Nya telah menampakkan
rahasia cahaya laahuut (ilahiyah)-Nya,
Kemudian Dia menampakkan diri kepada makhluk-Nya
dalam wujud orang yang makan dan minum,
Sehingga ciptaan-Nya bisa melihat-Nya secara jelas
seperti pandangan mata dengan pandangan mata” (Ath Thawaasin hal. 129)
Dia juga berkata:
“Saya adalah seorang yang mencintai dan seseorang yang dicintai adalah aku,
kami adalah dua jiwa yang mendiami pada badan tunggal.
Maka ketika kamu melihatku, kamu melihat Dia,
dan ketika kamu melihat Dia, kamu melihat kami berdua.”
Al-Hallaj ini adalah penganut pemahaman hulul. Dia mempercayai tentang dualisme alam ketuhanan (ilahiyah), dan bahwa Ilah (tuhan) itu mempunyai alam ketuhanan (lahuut) dan alam manusia (nasuut). Ketuhanan bersemayam di dalam manusia, sehingga jiwa manusia adalah hakekat alam ketuhanan, sedang badannya adalah bentuk alam manusianya (nasuutnya).
Meskipun dia dibunuh karena kezindiqannya (kemurtadan munafik) dan beberapa kalangan sufi menyatakan diri mereka terbebas dari dia, namun masih ada kalangan orang sufi yang menganggapnya sebagai seorang sufi, membenarkan keyakinannya, dan mengambil pendapatnya. Diantara mereka adalah Abdul-'Abbas bin 'Ata Al-Baghdadiy, Muhammad bin Khafif Ash-Shirazi dan Ibrahim An-Nasrabadzi, sebagaimana dinukilkan Al-Khatib Al-Baghdadiy.
(3) ideologi ketiga adalah wihdatul wujud, yaitu bahwa semua wujud adalah hakekat tunggal, dan bahwa segala sesuatu yang kami lihat hanyalah sisi keberadaan Alloh. Pentolan yang menyatakan keyakinan ini adalah Ibnu 'Arobi Al-Hatimi At-Thoi, yang dikubur di Damaskus, mati tahun 638 H. Dia sendiri mengatakan keyakinannya ini di Kitabnya Al-Futuhat Al-Makkiyyah:
Hamba adalah Tuhan dan Tuhan adalah hamba
Duhai siapa yang dibebani (ibadah)?
Jika saya katakan saya adalah hamba itu betul.
Dan jika saya katakan saya adalah Tuhan, maka bagaimana akan dibebani?
Dia juga berkata di Al-Futuhat:
"Orang-orang yang mengibadahi anak sapi, mereka ini tidak mengibadahi kecuali Alloh.”
Ibn ‘Arabi ini disebut sebagai Al-‘Arif billaah (orang yang mempunyai ma’rifat tentang Alloh) oleh Orang-orang sufi. Dia juga disebut Al-Qutub Al-Akbar’ (poros terbesar), Al-Misk Al-Azhfar (Misik terharum), Al-Kibrit Al-Ahmar (belerang merah), padahal dia menyerukan wihdatul wujud dan perkataan celaka yang lain. Dia memuji Fir'aun dan menyatakan bahwa Fir’aun meninggal di atas keimanan! Dia juga mencela Nabi Harun yang mengingkari kaumnya ketika mereka menyembah patung anak sapi, yang ini jelas menyelisihi nas Al-Qur’an. Dia juga berpendapat hanya kaum nasrani (Kristen) saja yang kafir, karena mereka mengkhususkan uluhiyah (pengibahan) hanya kepada Nabi Isa, namun jika mereka menjadikannya umum (mengibadahi semua makhluk) mereka tidak kafir.
Meskipun sangat jelas kesesatan Ibnu ‘Arobi dan pernyataan para ulama bahwa dia kafir, namun orang-orang sufi senantiasa mensucikannya.
Ibnu ‘Arabi, tokoh sufi tadi, juga berkata : “Sesungguhnya seseorang ketika menyetubuhi istrinya tidak lain (ketika itu) ia menyetubuhi Allah !” (Fushushul Hikam).
Betapa kufurnya kata-kata ini …, tidakkah orang-orang sufi sadar akan kesesatan gembongnya ini ?!
Ibnu ‘Arabi juga berkata: “Maka Allah memujiku dan aku pun memuji-Nya, dan Dia menyembahku dan aku pun menyembah-Nya.” (Al Futuhat Al Makkiyyah).
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman :
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat : 56).
“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Allah Yang Maha Pemurah dalam keadaan sebagai hamba.” (Maryam: 93).
Jalaluddin Ar Rumi, seorang tokoh sufi yang kondang berkata: “Aku seorang muslim, tapi aku juga seorang Nashrani, Brahmawi, dan Zorodoaster, bagiku tempat ibadah sama … masjid, gereja, atau tempat berhala-berhala.
Padahal Allah Ta’ala berfirman :
“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran : 85)
Tidakkah orang-orang yang terpengaruh dengan tasawwuf sadar akan kesesatan sufiyah yang diucapkan para tokoh sufiyah ini?! Tidakkah mereka mengambil pelajaran??!
Baca selanjutnya" Fatwa Al-Imam Asy-Syafii dan Ulama Madzhab Asy-Syafiiyyah: Tingkatan pemikiran orang-orang sufi http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/2009/10/tingkatan-pemikiran-orang-orang-sufi.html#ixzz1mozQIlBw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar